Pertemuan DPR Papua Tengah dengan Ketua Komnas HAM RI dan komisioner, terkait konflik di Papua tengah dan penanganan pengungsi di papua tengah bertempat di kantor DPRPT (16/10). (Foto: MPN.doc)
MPN – JAKARTA. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam keras serangkaian kekerasan, penembakan, dan konflik bersenjata yang kembali terjadi di wilayah Papua Tengah serta intimidasi terhadap pembela hak asasi manusia di Papua Barat.
Demikian keterangan pers Nomor 62/HM.00/X/2025 yang dirilis Komnas HAM RI, Jumat 18 Oktober 2025. Komnas HAM menilai, situasi tersebut sebagai eskalasi serius yang mengancam keselamatan warga sipil dan merusak upaya penyelesaian damai di Tanah Papua.
Komnas HAM menerima laporan mengenai dua insiden berdarah di Papua Tengah. Peristiwa pertama, terjadi di Kampung Soanggama, Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Rabu, 15 Oktober 2025 ketika terjadi kontak tembak antara TNI dan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB). Insiden itu menyebabkan 14 korban jiwa, terdiri atas anggota KSB dan warga sipil.
Peristiwa kedua menyusul dua hari kemudian, Jumat 17 Oktober 2025 di Jalan Kali Semen Wadio Atas Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire yang juga menelan korban di kalangan warga sipil. Berdasarkan informasi awal, empat orang luka-luka, termasuk tiga aparat penegak hukum dan satu warga sipil.
Selain dua insiden bersenjata tersebut, Komnas HAM juga menyoroti peristiwa penganiayaan dan intimidasi terhadap relawan LP3BH (Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum), yakni Kornelis Aisnak dan Ruben Frasa, di Distrik Moskona Utara, Teluk Bintuni, Papua Barat, pada 17 Oktober 2025. Kedua relawan tersebut tengah melakukan kerja kemanusiaan untuk membantu pengungsi saat kejadian terjadi.
Komnas HAM menilai, serangan terhadap relawan merupakan bentuk kekerasan serius terhadap pembela hak asasi manusia, dan mendesak aparat untuk menindak pelaku secara transparan.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah dalam pernyataannya menegaskan bahwa, negara harus segera menghentikan siklus kekerasan di Papua dengan pendekatan kemanusiaan, bukan militeristik.
“Pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah strategis untuk meredam eskalasi konflik, dan memastikan perlindungan bagi warga sipil serta pembela HAM,” ujar Anis.
Komnas HAM juga menyerukan kepada Gubernur Papua Tengah, Kapolda Papua Tengah, dan Dandrem 173 PVB Nabire untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi dalam menangani situasi di lapangan. Pendekatan yang berbasis hak asasi manusia dinilai krusial, untuk mencegah jatuhnya korban tambahan.
Lembaga itu menyatakan, akan melakukan pemantauan langsung terhadap peristiwa di Intan Jaya dan Nabire, serta mengumpulkan data lapangan guna memastikan akuntabilitas penegakan hukum. Komnas HAM juga akan membuka komunikasi intensif dengan aparat keamanan dan pemerintah daerah, untuk memastikan langkah penanganan sesuai mandatnya.
Komnas HAM menilai, kekerasan berulang di Papua Tengah menandai kegagalan strategi keamanan yang tidak mengedepankan perlindungan warga sipil. Eskalasi semacam ini, bila tidak segera direspons dengan pendekatan keadilan dan dialog, berpotensi memperdalam luka sosial dan menunda rekonsiliasi yang telah lama diharapkan masyarakat Papua.














