MPN – NABIRE. Dewan Perwakilan Rakyat Papua Tengah (DPR PT) melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), Jumat (07/11) 2025 menggelar konsultasi publik terhadap sepuluh rancangan peraturan daerah provinsi (Raperdasi) dan rancangan peraturan daerah khusus (Raperdasus) di Auditorium RRI Nabire.
Wakil Ketua IV DPR Papua Tengah, John NR Gobai mengatakan, kegiatan ini merupakan tahapan penting dalam proses penyusunan regulasi daerah yang telah berlangsung sejak Juli hingga Agustus 2025. Konsultasi publik tersebut, juga menggandeng akademisi dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Mimika sebagai mitra kerja legislatif.
“Kami ingin melibatkan anak-anak Papua Tengah sendiri dalam perumusan regulasi. Mereka yang paling memahami kebutuhan daerahnya. Kita mungkin keliru, tetapi yang penting adalah semangat untuk memperbaiki,” ujar Gobai dalam keterangannya.
Menurut Gobai, seluruh tahapan pembentukan peraturan telah mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah – mulai dari pengkajian, perumusan, Focus Group Discussion (FGD), seminar akhir, hingga konsultasi publik.
Ia menegaskan, partisipasi masyarakat menjadi elemen penting dalam proses pembentukan peraturan. “Konsultasi publik ini dilakukan agar aspirasi masyarakat benar-benar terakomodasi. Forum seperti ini jauh lebih terhormat dibandingkan diskusi terbatas di ruang tertutup,” katanya.
Gobai juga menyoroti lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan peraturan yang telah disahkan. “Selama enam tahun di DPR Papua, saya melihat eksekutif sering tidak serius menjalankan amanat perdasi dan perdasus. Padahal itu hasil kompromi politik antara DPR dan pemerintah,” ujarnya.
Ia menekankan, setiap produk hukum daerah harus mencerminkan tiga roh utama otonomi khusus Papua: keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan orang asli Papua (OAP). “Perdasi dan perdasus tidak dibuat untuk membeda-bedakan, tapi untuk memastikan orang asli Papua menjadi tuan di negerinya sendiri,” tegasnya.
Hasil dari konsultasi publik ini, lanjut Gobai, akan diteruskan ke tahap harmonisasi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua. Setelah itu, Bapemperda akan mengusulkan jadwal sidang paripurna non-APBD untuk penetapan regulasi.
“Kami ingin memastikan setiap rancangan perda benar-benar matang dan maksimal dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Setelah disahkan, DPR bersama OPD akan mengawal implementasinya,” jelas Gobai.
DPR Papua Tengah saat ini memiliki 34 Raperdasi dan Raperdasus inisiatif yang berasal dari legislatif, di luar rancangan yang diajukan oleh eksekutif.
Sepuluh rancangan yang dikonsultasikan kali ini meliputi:
1. Raperdasi tentang Pengawasan Sosial;
2. Raperdasus tentang Kepolisian Daerah Papua Tengah;
3. Raperdasus tentang Persetujuan Atas Informasi di Awal Tanpa Paksaan bagi Masyarakat Adat;
4. Raperdasi tentang Orang Asli Papua;
5. Raperdasus tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Majelis Rakyat Papua Tengah (MRPT);
6. Raperdasi tentang Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pelaku Usaha Papua;
7. Raperdasi tentang Perlindungan dan Pengembangan Bahasa serta Sastra Daerah;
8. Raperdasi tentang Penguatan Lembaga Pelopor dan Swasta di Bidang Pendidikan;
9. Raperdasi tentang Perlindungan dan Pengembangan Danau; dan
10. Raperdasi tentang Pertambangan Rakyat.
“Ini baru langkah awal. Ke depan, kami akan memperkuat sinergi antara DPR dan OPD agar seluruh peraturan benar-benar berdampak bagi kesejahteraan rakyat Papua Tengah,” tutup John NR Gobai.














